DEM-PU
Tersebutlah kisah dari antah berantah
cerita nenek kami dulu yang diceritakan dari neneknya dan dari nenek-nenek
sebelumnya, cerita ini bermula dari serombongan saudagar mesir yang bernama Dem-pu
dengan kapalnya yang hendak berdagang
membeli kapur barus ke negeri fansur yang termashur, rombongan saudagar mesir
bersama anak buah dan dayang-dayang dalam pelayarannya dihantam badai lautan,
sehingga mereka terbawa hingga ke daerah yang tidak dikenal, namun dengan
kepiawaian para ahli falaq, mereka tetap menemukan jalan menuju negeri fansur,
ditengah perjalanan kapal mereka kembali dihantam badai dan kali ini kapal
mereka yang terbuat dari kayu itu hancur diterpa ombak dan terpentallah orang
orang didalamnya tercebur kedalam lautan samudera yang ganas.
Sebagian orang dari rombongan
saudagar Dem-pu tersebut ternyata selamat terbawa ombak ke pantai di Bangka hulu,
termasuk juga sang saudagar, setelah mereka berkumpul baru menyadari kalau
mereka berada di tempat yang tidak dikenal dan tidak berpenghuni, kemudian
untuk bertahan hidup mereka harus berburu hewan di hutan atau makan buah buahan
yang di dapat dalam hutan.
Rombongan saudagar tersebut
kemudian mencoba meneruskan perjalanan siapa tahu bisa bertemu orang yang bisa
membantu membangun kapal untuk pulang ke negeri mesir, perjalanan kemudian
membawa rombongan saudagar hingga ke kaki daerah lereng gunung, di tempat
inilah kemudian sang saudagar Dem-pu memerintahkan pengikutnya untuk membuat
pemukiman, karena sudah lelah berjalan dan tidak menemukan perkampungan, tempat
ini sekarang adalah gunung dempo.
Setelah sekian lama menetap,
Dem-pu mulai teringat lagi akan kampong halamannya, oleh karena itu dia
memerintahkan beberapa orang pengikutnya untuk mengamati wilayah sekitar
pemukiman mereka, mungkin ada pemukiman lain selain mereka diwilayah itu, dan
ada jalan untuk kembali ke mesir.
Hari berganti hari, minggu
berganti minggu dan bulan berganti tahun, jumlah pengikut Dem-pu semakin banyak
karena pernikahan, demikian juga Dem-pu menikahi salah seorang wanita dari
pengikutnya tersebut, setelah beberapa lama sampailah kabar kepada sang
saudagar bahwa ada keramaian tempat orang berjual beli di hilir sungai
mengalir, mendengar berita tersebut sang saudagar langsung memerintahkan pengikutnya
untuk membuat rakit, sebagai orang mesir yang tidak jauh dari sungai nil,
membuat rakit sederhana bukanlah masalah bagi mereka. Setelah rakit jadi dibuat
maka berangkatlah saudagar bersama beberapa pengikutnya menuju keramaian
dimaksud.
Sepeninggal sang saudagar pergi
menuju keramaian jual beli, pemukiman Dem-pu semakin meluas, pengikutnya mulai
membangun rumah dari kayu yang di ambil dari hutan. Menyadari masih banyak
hewan buas maka dibuatlah rumah panggung bagi mereka, agar aman dari gangguan
hewan buas penghuni hutan.
Kira kira satu minggu perjalanan
melalui sungai sampailah rombongan Dem-pu ke suatu tempat yang ramai orang
melakukan jual beli, Dem-pu dan pengikutnya mengamati kegiatan orang-orang di
keramaian tersebut, yang menarik perhatian Dem-pu adalah banyaknya macam barang
yang di perjual belikan di tempat itu, sesungguhnya yang terjadi bukanlah jual
beli menggunakan uang tetapi tukar menukar barang, macam macam barang ada
disitu, kayu, besi, golok, makanan, minuman dan banyak lagi yang lainnya. Melihat
kondisi demikian Dem-pu memperhatikan bahasa yang digunakan oleh orang-orang
disitu, sebagai seorang saudagar yang mengenal banyak bahasa Dem-pu menyadari
bahwa bahasa yang digunakan oleh orang di tempat ini bukanlah bahasa yang sama
dengan bahasa yang digunakan di pelabuhan fansur. Beruntunglah Dem-pu bertemu
dengan orang cina yang bermata sipit, Dem-pu biasa berkomunikasi dengan orang
cina jika sedang berdagang di pelabuhan fansur. Dari orang cina inilah Dem-pu
tahu bahwa tempat tersebut adalah pelimbang, orang orang datang ke pelimbang
untuk menukar emas yang menjadi pencarian orang di sekitar pelimbang, mereka
mencari emas dengan cara melimbang lumpur untuk memisahkan emas dari lumpur dan
pasir. Orang cina membawa kain dan porselen sebagai penukar emas. Melihat kondisi
di Pelimbang yang jauh dari hutan, maka terpikirlah oleh Dem-pu untuk membawa
kayu sebagai alat tukar.
Setelah perjalanan itu,
selanjutnya Dem-pu memerintahkan anak buahnya untuk menukar kayu dengan barang
yang dibutuhkan di pemukimannya. Pada suatu hari Dem-pu naik ke atas gunung dan
berkata” sejauh aku memandang dari tempat ini, maka sejauh itulah wilayah anak
keturunanku akan bermukim, tidak seorang pun dapat mengganggu, itulah sumpahku”.
Dem-pu mempunyai dua orang anak,
laki-laki bergelar Sang Pagaralam dan adiknya
seorang perempuan bergelar Sang Ratu Bumi , setelah anaknya dewasa Dem-pu
membagi wilayah untuk kedua anaknya, anak laki-laki mendapatkan wilayah sekeliling
gunung, sedangkan anak perempuan bersama suaminya mendapatkan wilayah segaris
bukit, (termasuk sebagian komering ulu dan sebagian lampung barat), Sang Ratu
Bumi merupakan cikal bakal suku Semende sedangkan Sang Pagaralam adalah cikal
bakal Suku Besemah Pagaralam.
Untuk menjaga kedaulatan
wilayahnya sepeninggal Dem-pu, Sang Pagaralam memerintahkan untuk membuat
pemukiman-pemukiman satelit kepada para pengikutnya, yang kemudian berkembang
menjadi kerajaan kerajaan kecil.
Pengikut Dem-pu yang membentuk
kerajaan-kerajaan kecil ini kemudian berasimilasi dengan pendatang, yang
kemudian secara perlahan membentuk bahasa dan budaya yang tersendiri tidak lagi
membawa budaya asal sepenuhnya, dan dari situlah berkembang sebagian masyarakat
hulu Pelimbang, dan bukan tidak mungkin Dapunta Hyang yang berlayar dari
minanga adalah keturunan dari Dem-pu yang bermukim di minanga.
“ Sejarah ditulis berdasarkan
fakta yang ingin diceritakan oleh penulisnya, faktanya ada tapi penyampaiannya
bisa dilebihkan dan bisa dikurangkan sekehendak penyampai sejarah tersebut,
apalagi jika hanya sejarah yang disampaikan secara lisan”
No comments:
Post a Comment