Saturday, March 21, 2015

Cerita Nenek dulu tentang Dem-Pu



DEM-PU

Tersebutlah kisah dari antah berantah cerita nenek kami dulu yang diceritakan dari neneknya dan dari nenek-nenek sebelumnya, cerita ini bermula dari serombongan saudagar mesir yang bernama Dem-pu dengan kapalnya  yang hendak berdagang membeli kapur barus ke negeri fansur yang termashur, rombongan saudagar mesir bersama anak buah dan dayang-dayang dalam pelayarannya dihantam badai lautan, sehingga mereka terbawa hingga ke daerah yang tidak dikenal, namun dengan kepiawaian para ahli falaq, mereka tetap menemukan jalan menuju negeri fansur, ditengah perjalanan kapal mereka kembali dihantam badai dan kali ini kapal mereka yang terbuat dari kayu itu hancur diterpa ombak dan terpentallah orang orang didalamnya tercebur kedalam lautan samudera yang ganas.
Sebagian orang dari rombongan saudagar Dem-pu tersebut ternyata selamat terbawa ombak ke pantai di Bangka hulu, termasuk juga sang saudagar, setelah mereka berkumpul baru menyadari kalau mereka berada di tempat yang tidak dikenal dan tidak berpenghuni, kemudian untuk bertahan hidup mereka harus berburu hewan di hutan atau makan buah buahan yang di dapat dalam hutan.
Rombongan saudagar tersebut kemudian mencoba meneruskan perjalanan siapa tahu bisa bertemu orang yang bisa membantu membangun kapal untuk pulang ke negeri mesir, perjalanan kemudian membawa rombongan saudagar hingga ke kaki daerah lereng gunung, di tempat inilah kemudian sang saudagar Dem-pu memerintahkan pengikutnya untuk membuat pemukiman, karena sudah lelah berjalan dan tidak menemukan perkampungan, tempat ini sekarang adalah gunung dempo.
Setelah sekian lama menetap, Dem-pu mulai teringat lagi akan kampong halamannya, oleh karena itu dia memerintahkan beberapa orang pengikutnya untuk mengamati wilayah sekitar pemukiman mereka, mungkin ada pemukiman lain selain mereka diwilayah itu, dan ada jalan untuk kembali ke mesir.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti tahun, jumlah pengikut Dem-pu semakin banyak karena pernikahan, demikian juga Dem-pu menikahi salah seorang wanita dari pengikutnya tersebut, setelah beberapa lama sampailah kabar kepada sang saudagar bahwa ada keramaian tempat orang berjual beli di hilir sungai mengalir, mendengar berita tersebut sang saudagar langsung memerintahkan pengikutnya untuk membuat rakit, sebagai orang mesir yang tidak jauh dari sungai nil, membuat rakit sederhana bukanlah masalah bagi mereka. Setelah rakit jadi dibuat maka berangkatlah saudagar bersama beberapa pengikutnya menuju keramaian dimaksud.
Sepeninggal sang saudagar pergi menuju keramaian jual beli, pemukiman Dem-pu semakin meluas, pengikutnya mulai membangun rumah dari kayu yang di ambil dari hutan. Menyadari masih banyak hewan buas maka dibuatlah rumah panggung bagi mereka, agar aman dari gangguan hewan buas penghuni hutan.
Kira kira satu minggu perjalanan melalui sungai sampailah rombongan Dem-pu ke suatu tempat yang ramai orang melakukan jual beli, Dem-pu dan pengikutnya mengamati kegiatan orang-orang di keramaian tersebut, yang menarik perhatian Dem-pu adalah banyaknya macam barang yang di perjual belikan di tempat itu, sesungguhnya yang terjadi bukanlah jual beli menggunakan uang tetapi tukar menukar barang, macam macam barang ada disitu, kayu, besi, golok, makanan, minuman dan banyak lagi yang lainnya. Melihat kondisi demikian Dem-pu memperhatikan bahasa yang digunakan oleh orang-orang disitu, sebagai seorang saudagar yang mengenal banyak bahasa Dem-pu menyadari bahwa bahasa yang digunakan oleh orang di tempat ini bukanlah bahasa yang sama dengan bahasa yang digunakan di pelabuhan fansur. Beruntunglah Dem-pu bertemu dengan orang cina yang bermata sipit, Dem-pu biasa berkomunikasi dengan orang cina jika sedang berdagang di pelabuhan fansur. Dari orang cina inilah Dem-pu tahu bahwa tempat tersebut adalah pelimbang, orang orang datang ke pelimbang untuk menukar emas yang menjadi pencarian orang di sekitar pelimbang, mereka mencari emas dengan cara melimbang lumpur untuk memisahkan emas dari lumpur dan pasir. Orang cina membawa kain dan porselen sebagai penukar emas. Melihat kondisi di Pelimbang yang jauh dari hutan, maka terpikirlah oleh Dem-pu untuk membawa kayu sebagai alat tukar.
Setelah perjalanan itu, selanjutnya Dem-pu memerintahkan anak buahnya untuk menukar kayu dengan barang yang dibutuhkan di pemukimannya. Pada suatu hari Dem-pu naik ke atas gunung dan berkata” sejauh aku memandang dari tempat ini, maka sejauh itulah wilayah anak keturunanku akan bermukim, tidak seorang pun dapat mengganggu, itulah sumpahku”.
Dem-pu mempunyai dua orang anak, laki-laki bergelar Sang Pagaralam  dan adiknya seorang perempuan bergelar Sang Ratu Bumi , setelah anaknya dewasa Dem-pu membagi wilayah untuk kedua anaknya, anak laki-laki mendapatkan wilayah sekeliling gunung, sedangkan anak perempuan bersama suaminya mendapatkan wilayah segaris bukit, (termasuk sebagian komering ulu dan sebagian lampung barat), Sang Ratu Bumi merupakan cikal bakal suku Semende sedangkan Sang Pagaralam adalah cikal bakal Suku Besemah Pagaralam.
Untuk menjaga kedaulatan wilayahnya sepeninggal Dem-pu, Sang Pagaralam memerintahkan untuk membuat pemukiman-pemukiman satelit kepada para pengikutnya, yang kemudian berkembang menjadi kerajaan kerajaan kecil.
Pengikut Dem-pu yang membentuk kerajaan-kerajaan kecil ini kemudian berasimilasi dengan pendatang, yang kemudian secara perlahan membentuk bahasa dan budaya yang tersendiri tidak lagi membawa budaya asal sepenuhnya, dan dari situlah berkembang sebagian masyarakat hulu Pelimbang, dan bukan tidak mungkin Dapunta Hyang yang berlayar dari minanga adalah keturunan dari Dem-pu yang bermukim di minanga.
“ Sejarah ditulis berdasarkan fakta yang ingin diceritakan oleh penulisnya, faktanya ada tapi penyampaiannya bisa dilebihkan dan bisa dikurangkan sekehendak penyampai sejarah tersebut, apalagi jika hanya sejarah yang disampaikan secara lisan”


Wednesday, January 7, 2015

Semendo

Negeri Elok dari Bukit Barisan

haiiii....kawan kawan blogger dan netizen sekalian, sudah lama rasanya jari ini tidak menari diatas keyboard laptop untuk mengurai kata menjadi kalimat-kalimat yang sambung menyambung menjadi rangkaian cerita, kali ini setelah sekian lama kehilangan mood untuk menulis aku akan bercerita kisah perjalanan pulang ke kampungku di akhir tahun 2014, cerita seperti ini pernah aku tulis pada judul Pulang Kampung, okelah...kawan, aku akan mulai cerita ini dari mana ya?...
ahhhh.... begini saja, pada liburan di akhir tahun 2013 saya bersama keluarga berlibur ke seputaran Jawa Barat yaitu, Wisata Air Panas Darajat, Garut-Ciwidey (Kawah Putih dan Situ Patenggang)-Gunung Tangkuban Perahu (gagal karena kemalaman hehehe...maklum terlena sama suasana Kota Bandung), sambil pulang ke Jakarta kami merencanakan liburan di akhir tahun 2014 ke Jogja, tapi sayangnya liburan ke Jogja terpaksa dibatalkan karena beberapa hal kemudian dirubah ke Semendo alias pulang kampung hehehehe....
perjalanan ke Semendo dirancang dengan  beberapa kali pemberhentian yaitu di Bandar Lampung (mampir ke sodara yang punya bengkel Body Painting Autoloma, numpang makan dan istirahat sebentar) dan Bukit Kemuning (janji ketemuan sama adek dan nyokap yang dari Palembang) baru setelah itu lanjut ke Semendo.

singkat cerita sampailah kami ke Semendo, tepatnya Desa Muara Tenang, Kecamatan Semendo Darat Tengah, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, hal pertama yang saya nikmati adalah pemandangan alam dan hawanya yang segar, sambil santai saya jalan jalan ke kambang yaitu tempat pemandian umum bagi masyarakat setempat khususnya yang belum memiliki kamar mandi di dalam rumah. uniknya kambang ini yaitu, sumber mata airnya yang berasal dari mata air yang sudah di pagar hingga membentuk kolam mata air, kemudian air kolam tersebut dialirkan melalui pancuran-pancuran langsung ke "kambang betine" (tempat pemandian umum khusus wanita), "kambang bugagh" (tempat pemandian khusus laki-laki) dan ke mesjid untuk air wudhu.

Mata Air

Mesjid di Sisi Kanan Mata Air

 Kambang Betine ada di depan













Kambang Bugagh
 

 Tebat Mandian

hal unik lainnya adalah bahwa di desa ini masih ada pasar yang digelar seminggu sekali disebut "kalangan" didesa muara tenang ini kalangannya adalah kalangan jumat, artinya pasar itu hanya digelar pada hari jumat, mulai dari habis subuh hingga menjelang jumatan, ahhh tapi baiknya biar gambar saja yang berbicara ya...sudah tidak sanggup jari ini menuliskan apa yang ada dikepala hehehehe... oh iya kebetulan di desa ini kalo kata nining (kakek/nenek) saya pada bulan Desember ini musim paceklik artinya kalangan sepi tidak serame kalangan pada musim panen yang biasanya pada bulan Juni hingga Agustus, masyarakat disini mayoritas pencaharianya adalah bertani disawah dan berkebun kopi, nahhhh.... kalo pas datang musim panen wuahhhh....ramenya... apalagi kalau bebarengan dengan libur sekolah.


suasana  kalangan




































 ini rumah kami hehehe...

selepas jumatan kami berjalan jalan ke hulu dusun, naik ke desa yang paling tinggi di dataran bukit barisan Semendo, ke Desa Segamit, Kecamatan Semendo Darat Ulu, desa ini penghasil buah markisa, tadinya kami berharap menemukan pedagang markisa, namun kami harus kecewa karena pada saat kami datang belum musim markisa, tapi kami tetap senang karena bisa menikmati pemandangan yang begitu mempesona dari ketinggian bukit barisan.







keesokan harinya kami berniat mengunjungi kebun kopi di daerah Betungan.

perjalanan ke Betungan















Pemandangan dan suasana kebun kopi  di Betungan















tak terasa sudah tiga malam kami di Semendo, kami pun harus bersiap untuk kembali ke Jakarta, namun jalan jalan belum usai...





di perjalanan nemu pedagang duren, oh iya duren disini sangat enak dan murah 10ribu sampai 15ribuan 






Air Terjun Bedegung













demikianlah kawan....untuk sementara ini dulu yang bisa aku ceritakan, sampai ketemu pada ceritaku berikutnya. salam